Seorang dai yang menyeru ke jalan Allah Ta’âla hendaknya  menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat dengan cara yang mudah dan  sederhana. Hendaknya ia memilih tema yang sesuai bagi mereka, memilih  kalimat yang tidak membangkitkan nafsu, tapi yang mendekatkan mereka  kepada Allah. Hendaknya ia memilih kalimat yang dapat menyucikan nafs  dengan cepat, bukannya ucapan yang memberatkan mereka, yang mereka  anggap berat dan sulit. Seorang dai seharusnya mendahulukan yang lebih  penting menurut waktu, zaman dan keadaan masyarakat saat itu. Ia harus  memperhatikan masalah yang lebih besar dan penting, memperhatikan semua  yang fardhu dan kewajiban-kewajiban utama lainnya. 
Dakwah dengan  tema di atas akan sukses jika metode yang digunakan tidak menyebabkan  orang lari dan tidak mempersulit. Dakwah sebaiknya dilakukan dengan  memberikan himbauan (targhib) dan juga ancaman (tarhib), sebagaimana  dijelaskan dalam berbagai hadis. 
Jika berdakwah kepada para pemula, bila mengajak mereka untuk  mengerjakan kebaikan, jangan sekali-kali memaksa, jangan menyampaikan  permasalahan- permasalahan yang tidak dapat dipahami dan dianggap berat  oleh mereka. Sebab, sesuai tabiatnya, nafs akan lari jika merasa  keberatan. Dan jika nafs lari, ia akan menentang dan memusuhi kebaikan,  kemudian mencari pembenaran (justifikasi) bahwa perbuatannya  sesungguhnya baik. Jika pemula memandang ucapan dai tersebut keras,  terlalu berat dan tidak mampu ia laksanakan, maka nafs-nya akan  memberontak. 
Bicaralah kepada manusia sesuai dengan tingkatan pemikiran  (pendidikan) mereka. Jika berbicara dalam suatu majelis yang dihadiri  oleh orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, jangan berkata,  “Celakalah orang-orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, nerakalah  tempat mereka.” Ucapan semacam ini akan membangkitkan hawa orang yang  durhaka tadi sehingga ia akan menentangnya. Akan tetapi hendaknya kita  berkata, “Allah Ta’âla berfirman : 
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah  selain-Nya dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan  sebaik-baiknya.” (QS Al-Isra, 17:23) 
“Perhatikanlah, bagaimana Allah yang Maha Mulia memberikan wasiat  kepada kita, bagaimana Ia menunjukkan kedudukan kedua orang tua. Orang  tua memiliki hak dan kedudukan yang agung. Orang yang berbakti kepada  keduanya akan memperoleh berbagai kebaikan. Nabi telah memperingatkan  kita agar tidak durhaka kepada kedua orang tua. Beliau bersabda begini  dan begini.” Jika dakwah disampaikan dengan cara demikian, maka akal dan  nafs akan mendengarkan dan nafs tidak akan memberontak. 
Dalam ucapan kaum sholihin dan guru-guru kita, banyak kita  temukan ucapan-ucapan yang keras, tapi masyarakat menerimanya. Sebab,  mereka memiliki hâl dan maqôm yang agung. Jika ucapan itu muncul dari  orang lain, masyarakat tidak akan menerimanya dan akan menganggap  terlalu berat untuk dilaksanakan. Namun, karena mereka yang  mengucapkannya, maka masyarakat mau menerimanya. 
Sebagai dai yang masih awam, kita jangan menempatkan diri kita di  kedudukan kaum khowwâsh, seperti Habib Alwi bin Syihab, Habib Abdullah  bin Umar Asy-Syathiri, ayahku Sayid Muhammad bin Salim atau kaum  sholihin terkemuka lainnya. Mereka kadang kala menyampaikan  ceramah-ceramahnya dengan keras. Meskipun demikian, ucapan mereka  meninggalkan kesan dalam hati pendengarnya. Sebab, mereka memiliki hâl  dan maqôm yang mendukung dan masyarakat yang mau menerimanya. Adapun  orang-orang seperti kita ini, sebelum berbicara kita wajib memperhatikan  dan menyederhanakan pesan yang akan kita sampaikan. Jika ada kata-kata  yang sulit, hendaknya kita ganti dengan kata-kata yang mudah dipahami.  Sebagai contoh, jika hendak mencegah seseorang dari memutuskan hubungan  kekerabatan, jangan berkata, “Di majelis ini ada seseorang yang  memutuskan hubungan kekerabatan.” Atau berkata, “Dewasa ini tidak  seorang pun yang tidak memutuskan hubungan kekerabatan.  Maka mereka semua terkena laknat.” 
Meskipun ucapan ini mengandung kebenaran, tapi masyarakat tidak  akan menerimanya. Kita tidak boleh berkata demikian, tetapi sebaiknya  kita berkata, “Marilah kita perhatikan kerabat kita, marilah kita raih  pahala lewat mereka, marilah kita usahakan agar hubungan kekerabatan  menjadi sebuah nikmat. Jika kalian mau menundukkan nafs lalu menyambung  tali silaturahmi dan berbuat baik kepada mereka, maka kabar gembira bagi  kalian, kalian akan memperoleh umur yang panjang dan rezeki melimpah.  Sebab, Nabi saw bersabda : 
“Silaturahmi memperbanyak harta dan memperpanjang umur.” (HR  Bukhari dan Muslim) 
Kalian hendaknya menggunakan kalimat-kalimat seperti ini. Jika  dakwah disampaikan dengan cara demikian, maka semua orang akan  menerimanya. Ucapan kalian menjadi baik dan mudah diterima oleh nafs.  Sebenarnya tujuan orang menyampaikan dakwah dengan keras adalah juga  untuk menyeru manusia ke jalan Allah, tapi caranya tidak benar. Karena  itulah Allah berfirman kepada Nabi kita Muhammad saw : 
“Karena rahmat Allah-lah kamu dapat berlaku lemah lembut kepada  mereka. Sekiranya kamu bersikap kasar lagi berhati keras, tentulah  mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,  mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam  urusan itu.” (QS Ali Imran, 3:159)
Isnin, 28 Jun 2010
Kalam Al-Habib Umar bin Muhammad Bin Hafidz
di
5:19 PTG
·
      
Label: KALAM TAUJIHAT
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
 


 
 
 
 





 
0 ulasan:
Catat Ulasan