moga anakku seindah namanya
Nama lengkapnya adalah  Shafiyyah binti Abdul Muththalib bin  Hisyam bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab al-Qurasyiyah al-Hasyimiyah.  Beliau adalah bibi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, saudari dari  singa Allah Hamzah bin Abdul Muththalib. Beliau juga seorang ibu dari  sahabat agung, yaitu Zubair bin Awwam.
Shafiyyah ra tumbuh di rumah Abdul Muththalib,  pemuka Quraisy dan orang yang memiliki kedudukan yang tinggi,  terpandang, dan mulia. Dialah yang dipercaya untuk mengurus pendatang  yang berhaji.
Seluruh aktifitas tersebut membekas pada diri  Shafiyyah ra, sehingga membentuk kepribadian beliau yang kuat. Beliau  adalah seorang wanita yang fasih lisannya dan ahli bahasa. Seorang  cendekiawan dan penunggang kuda yang pemberani. Beliau ra termasuk  wanita yang awal dalam mengimani putra saudaranya yang jujur dan  terpercaya yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam, dan bagus  keislamannya. Beliau berhijrah bersama putranya yang bernama Zubeir bin  Awwam untuk menjaga keislamannya.
Shafiyyah ra menyaksikan tersebarnya Islam dan  turut andil dalam menyebarkannya. Sungguh jihad merupakan darah  dagingnya. Oleh karena itu, beliau tidak menyia-nyiakan kesempatan pada  hari Uhud menjadi pelopor bagi para wanita yang ikut keluar untuk  membantu para mujahidin dan mengorbankan semangat mereka untuk  bertempur, disamping beliau juga mengobati mujahidin yang luka-luka di  antara mereka.
Tatkala takdir Allah menghendaki kaum muslimin  terpukul mundur karena pasukan pemanah menyalahi perintah Rasul  Shallallahu ‘alaihi wassalam sebagai panglima, maka banyak pasukan yang  berpencar dari Rasullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Namun, Shafiyyah  tetap berdiri dengan berani, sedangkan di tangannya menggenggam tongkat  dan beliau pukul wajah orang-orang yang mudurdari peperangan seraya  berkata, “Kalian hendak meninggalkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi  wassalam?”
Manakala Shafiyyah mengetahui kesyahidan  saudaranya, Hamzah bin Abdul Muththalib ra, yang dijuluki singa Allah  yang dibunuh dengan sadis, maka Shafiyyah memberikan teladan yang agung  bagi kita dalam hal kesabaran, ketabahan, dan ketegaran. Beliau sendiri  mengisahkan kepada kita apa yang beliau saksikan, beliau berkata:
“Pada hari terbunuhnya Hamzah, Zubeir menemuiku  dan berkata, ‘Wahai ibunda, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi  wassalam menyuruh anda agar kembali’. Beliau menjawab, ‘Mengapa?  Sungguh telah sampai kepadaku tentang dicincangnya saudaraku, namun dia  syahid karena Allah, kami sangat ridha dengan apa yang telah terjadi,  sungguh aku akan bersabar dan tabah insya Allah. Setelah Zubeir ra  memberitahukan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam tentang  komentarku beliau bersabda, ‘Berilah jalan baginya…!’ Maka aku  mendapatkan Hamzah dan tatkala aku melihatnya aku berkata, ‘Inna Lillahi  wa inna ilaihi Raji’un, kemudian aku mohonkan ampun baginya, setelah  itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan untuk  menguburkannya’.”
Gambaran lain dari Shafiyyah sang mujahidah dan penunggang kuda ini adalah tatkala terjadi Perang Khandaq saat pasukan Yahudi mencoba menyerang tempat kaum wanita ketika itu para wanita muslimah dan anak-anak berada dalam sebuah benteng. Di sana ada juga Hassan bin Tsabit ra. Tatkala ada orang Yahudi mengelilingi benteng, sedangkan kaum muslimin sedang menghadapi musuh, maka berdirilah Shafiyyah ra dan berkata kepada Hassan, “Sesungguhnya lelaki Yahudi ini menjadikan kita tidak aman, karena mereka akan mengetahui kekurangan kita, maka berdirilah dan bunuhlah ia. Kemudian, Hassan berkata, ‘Semoga Allah mengampuni anda, sungguh anda mengetahui bahwa seperti itu bukanlah keahlian saya’.”
Gambaran lain dari Shafiyyah sang mujahidah dan penunggang kuda ini adalah tatkala terjadi Perang Khandaq saat pasukan Yahudi mencoba menyerang tempat kaum wanita ketika itu para wanita muslimah dan anak-anak berada dalam sebuah benteng. Di sana ada juga Hassan bin Tsabit ra. Tatkala ada orang Yahudi mengelilingi benteng, sedangkan kaum muslimin sedang menghadapi musuh, maka berdirilah Shafiyyah ra dan berkata kepada Hassan, “Sesungguhnya lelaki Yahudi ini menjadikan kita tidak aman, karena mereka akan mengetahui kekurangan kita, maka berdirilah dan bunuhlah ia. Kemudian, Hassan berkata, ‘Semoga Allah mengampuni anda, sungguh anda mengetahui bahwa seperti itu bukanlah keahlian saya’.”
Ketika Shafiyyah mendengar jawaban Hassan,  beliau langsung bangkit dan penuh semangat yang ada di jiwanya, beliau  mengambil tongkat yang keras kemudian turun dari benteng. Beliau  menunggu kesempatan lengahnya orang Yahudi tersebut lalu beliau  memukulnya tepat pada ubun-ubun secara bertubi-tubi hingga dapat  membunuhnya. Beliau memang “wanita pertama yang membunuh laki-laki”.  Beliau kembali ke benteng dan tersirat kegembiraan pada kedua matanya,  karena mampu menghabisi musuh Allah yang berarti pula menjaga rahasia  persembuyian para wanita dan kaum muslimah dari mereka. Kemudian beliau  berkata kepada Hassan, “Turunlah dan lucutilah dia, sebab tiada yang  menghalangi diriku untuk melucutinya melainkan karena dia seorang  laki-laki.” Hassan berkata: “Saya tidak berkepentingan untuk melucutinya  wahai binti Abdul muththalib.”
Begitulah kaum muslimin mendapatkan kemenangan  dalam perang ini dengan jiwa yang beriman dan pemberani yang tidak kenal  istilah mustahil dalam meraih jalan kemenangan.
Tatkala Perang Khaibar, Shafiyyah ra keluar bersama kaum muslimah untuk memompa semangat pasukan kaum muslimin. Mereka membuat perkemahan di medan jihad untuk mengobati pasukan yang terluka karena perang.
Tatkala Perang Khaibar, Shafiyyah ra keluar bersama kaum muslimah untuk memompa semangat pasukan kaum muslimin. Mereka membuat perkemahan di medan jihad untuk mengobati pasukan yang terluka karena perang.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam merasa  senang dengan peran para mujahidah sehingga mereka juga mendapatkan  bagian dari rampasan perang.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam mencintai  bibinya, Shafiyyah ra, dan memuliakan beliau serta memberikan kepada  beliau bagian yang banyak. Tatkala turun ayat: “Wa andzir ‘Asyiratakal  aqrabin’ (Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang  terdekat).” (As-Syura: 214).
Beliau bersabda, “Hai Fathimah binti Muhammad,  hai Shafiyyah binti Abdul Muththalib, wahai Bani Abdul Muththalib, aku  tidak kuasa menolong kalian dari siksa Allah. Mintalah kepadaku apa saja  yang ada padaku.”
Shafiyyah mencintai Rasulullah Shallallahu  ‘alaihi wassalam sejak kecil dan mengikutinya. Beliau takjub dengan  keadaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam dan akhirnya mengimani  kenabian beliau, menyertai beliau dalam peperangan, dan merasa sedih  tatkala wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam yang beliau  ungkapkan dengan sya’irnya yang indah:
Wahai mata, tampakkanlah air mata dan janganlah  tidur
Tangisilah sebaik-baik manusia yang telah tiada
Tangisilah al-Musthofa dengan tangisan yang sangat
Yang masuk ke dalam hati laksana terkena pukulan
Nyaris aku tinggalkan hidup tatkala takdir datang padanya
Yang telah digariskan dalam kitab yang mulia
Sungguh beliau pengasih kepada sesama hamba
Rahmat bagi mereka dan sebaik-baik Pemberi petunjuk
Semoga Allah meridhainya tatkala beliau hidup dan mati
Dan membalasnya dengan Jannah pada hari yang kekal
Tangisilah sebaik-baik manusia yang telah tiada
Tangisilah al-Musthofa dengan tangisan yang sangat
Yang masuk ke dalam hati laksana terkena pukulan
Nyaris aku tinggalkan hidup tatkala takdir datang padanya
Yang telah digariskan dalam kitab yang mulia
Sungguh beliau pengasih kepada sesama hamba
Rahmat bagi mereka dan sebaik-baik Pemberi petunjuk
Semoga Allah meridhainya tatkala beliau hidup dan mati
Dan membalasnya dengan Jannah pada hari yang kekal
Shafiyyah hidup sepeninggal Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wassalam dengan penuh kewibawaan dan dimuliakan.  Semua orang mengetahui keutamaan dan kedudukan beliau. Hingga tatkala  beliau wafat pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab umur beliau mencapai  lebih dari 70 tahun. 
Sumber: kitab Nisaa’ Haular Rasuul, karya Mahmud Mahdi  al-Istanbuli dan Musthafa Abu an-Nashr asy 
 


 
 
 
 





 
0 ulasan:
Catat Ulasan